Teladan Prima Agro (TPA) dalam komitmennya untuk menerapkan Kebijakan Sawit Lestari, telah memiliki berbagai Sistem Manajemen Lingkungan yang diterapkan guna menjaga kelestarian lingkungan sekitar, diantaranya adalah penilaian stok berkarbon tinggi, nilai konservasi tinggi, manajemen lahan gambut, tanah, dan air, kebijakan tanpa bakar, usaha penurunan gas rumah kaca, manajemen limbah, dan konversi energi.
Hutan tropis menyimpan stok karbon yang tinggi serta keanekaragaman hayati. Hutan berkarbon tinggi akan melepaskan karbonnya jika dikonversi menjadi perkebunan, sehingga perlu dilakukan penilaian area berkarbon stok tinggi untuk mengidentifikasi area yang tidak dapat dilakukan pengembangan kegiatan usaha.
Sebelum melakukan kegiatan pembukaan lahan, terlebih dahulu dilakukan penilaian stok karbon oleh pihak ketiga. Jika area tersebut terklasifikasi memiliki stok karbon yang tinggi, maka pengembangan tidak dilanjutkan untuk menjaga kelestarian alam.
Nilai Konservasi Tinggi adalah kawasan di dalam areal operasional perusahaan yang perlu dipertahankan, serta dikelola untuk melindungi kelestarian ragam hayati, fungsi-fungsi ekologis, sosial-ekonomi dan sosial-budaya. Seperti tertuang dalam Kebijakan Sawit Lestari dan prinsip ISPO, Teladan Prima Agro (TPA) berkomitmen untuk mengelola kelestarian keanekaragaman hayati pada areal operasional perusahaan.
Dalam pengembangan areal baru, TPA melakukan identifikasi HCV untuk memastikan pengembangan perusahaan tetap berdampak baik bagi lingkungan dan masyarakat. Identifikasi ini dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga. Setelah dilakukan identifikasi, maka TPA akan mendapatkan rekomendasi areal mana saja yang dapat dikembangkan tanpa merusak ataupun menggangu area yang memiliki nilai konservasi tinggi.
Setelah itu, tentunya dilakukan pengelolaan, rehabilitasi, monitoring, dan pelaporan pada areal HCV guna meningkatkan kualitas dan kuantitas areal tersebut. Hal ini berdampak langsung terhadap kualitas lingkungan serta menunjang peningkatan produktivitas hasil-hasil produksi dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Saat ini, total lahan TPA yang telah ter-identifikasi sebagai HCV sejumlah 3.405 Ha dan tersebar di seluruh wilayah operasional perusahaan. Di dalam areal tersebut, terdapat berbagai spesies flora dan fauna yang dilindungi.
Dalam manajemen lahan gambut, TPA berkomitmen untuk tidak melakukan pengembangan di area lahan gambut. Hal ini sejalan dengan dengan kebijakan pemerintah perihal pemanfaatan lahan gambut, serta Kebijakan Sawit Lestari milik TPA dan standar ISPO. TPA menyadari bahwa pengembangan pada lahan gambut justru hanya akan membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kegiatan usaha. Pada lingkungan, penanaman kelapa sawit pada lahan gambut mempermudah kebakaran dan dapat menyebabkan banjir pada kawasan sekitar. Bahkan untuk perusahaan kelapa sawit, penanaman pada lahan gambut justru menghambat pertumbuhan dan kualitas pohon kelapa sawit. Terkait manajemen tanah dan air, seluruh kegiatan di kebun dan pabrik TPA telah menerapkan sistem terintegrasi sejak awal pembukaan lahan.
Proses pelaksanaan manajemen tanah dan air dilakukan oleh Departemen HSSE dan Unit Kebun sesuai SOP. Jika terdapat hal yang belum tertuang dalam SOP, maka akan dilakukan observasi analisis, dan rekomendasi yang dilakukan oleh Departemen Riset bekerjasama dengan Departemen Operations, Integration, and Improvement, bersama konsultan mitra TPA.
Komitmen TPA dalam kebijakan tanpa bakar dituangkan dalan Kebijakan Sawit Lestari. Dengan tidak melalukan pembakaran, TPA membuka lahan secara bertahap dengan metode mechanical stacking. Tidak hanya berkomitmen dalam kebijakan ini, perusahaan juga dengan serius melakukan tindakan pecegahan kebakaran lingkungan dan pembentukan struktur tanggap darurat yang bersertifikasi. Hingga tahun 2016, struktur tanggap darurat ini berada di 4 wilayah yaitu, 30 orang di wilayah Berau, 91 orang di wilayah Kutai Timur, dan 30 orang di wilayah Paser. Pembentukan tim ini merupakan upaya dari perusahaan untuk terus menjaga kelestarian hutan utamanya dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Pengembangan dengan program yang berbasis teknologi pun terus dilakukan oleh perusahaan dalam hal membaca situasi terkini terkait sistem peringatan kebakaran hutan di dekat perkebunan dengan menggunakan data pemantauan satelit harian NASA, dengan cara menerbitkan peringatan melalui SMS dan e-mail terhadap lokasi kebakaran dalam jarak 10 km dari batas perkebunan.
TPA menyadari bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit menghasilkan emisi gas rumah kaca, namun perusahaan melakukan upaya mitigasi dan aktif berkontribusi dalam mendukung usaha pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca nasional. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN–GRK) yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2009, mencanangkan target penurunan emisi gas rumah kaca hingga 26% pada tahun 2020.
Sebagai perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Kalimantan Timur, TPA melaksanakan tanggung jawabnya menuju kesuksesan RAN-GRK dengan melakukan upaya mitigasi di berbagai lini kerja yang menjadi sumber emisi gas rumah kaca.
Dalam manajemen limbah, TPA telah mengimplementasikan berbagai metode pengelolaan sesuai jenis limbah. Untuk air limbah hasil dari pengolahan kelapa sawit akan diproses di Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) untuk mengurangi tingkat polutan sampai di bawah baku mutu lingkungan. Air limbah utamanya dihasilkan dari proses sterilisasi dan pemurnian minyak, dimana proses ini menggunakan uap air dan air panas, serta proses pemisahan kernel dan cangkang di Claybath dan Hydrocyclone. Setelah diproses di IPAL, hasil pengolahan air limbah akan diaplikasikan ke perkebunan kelapa sawit.
Dalam pengelolaan limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit yaitu janjang kosong, cangkang, dan fiber, TPA mengolahnya menjadi bahan-bahan yang bermanfaat. Janjang kosong yang merupakah limbah hasil pengolahan tandan buah segar kelapa sawit di pabrik kelapa sawit dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Janjang kosong bermanfaat untuk memperbaiki struktur tanah sehingga dapat meningkatkan produksi ton/ha tanaman. Untuk limbah padat dalam bentuk cangkang dan fiber dimanfaatkan sebagi energi alternatif.
Pemanfaatan limbah menjadi energi untuk mengurangi penggunaan sumber daya energi atau dapat disebut konversi energi merupakan fokus baru yang sangat menjanjikan dan berdampak baik bagi lingkungan dan masyarakat.
Memanfaatkan kemajuan riset dan pengembangan ini, TPA melakukan ekspansi kegiatan usaha baru yaitu PT Daya Lestari. Konversi Energi yang dilakukan oleh PT Daya Lestari berfokus pada pengolahan limbah padat dari proses perkebunan dan pabrik kelapa sawit, yaitu dalam bentuk cangkang dan fiber, kemudian dimanfaatkan sebagi energi alternatif. Proses konversi cangkang dan fiber menghasilkan bahan bakar untuk memanaskan air di dalam boiler sehingga menghasilkan temperatur uap dan tekanan uap yang mampu memutar turbin uap.
Turbin uap ini berfungsi sebagai prime mover untuk memutar generator sehingga menghasilkan output berupa daya listrik. Konversi ini tidak hanya dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan operasional pabrik kelapa sawit, namun juga dijual ke PLN untuk didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat sekitar kebun.
Berfokus pada pengelolaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit berkelanjutan, serta energi terbarukan.
TPA berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dan berkontribusi dalam kesejahteraan serta pertumbuhan perekonomian Indonesia